Jatuh Cinta di Tengah Jalan

Dulu, blog ini lahir selain karena nyontek blog ini (sebenarnya blog yg awal lagi sih, tapi udah gak ada), juga karena jatuh cinta pada yang lainnya yang kusebut dia. Cinta di tengah jalan. Di tengah jalan, tentu saja karena tidak kumaksudkan dari awal. Sampai sekarang, aku cenderung kurang enak hati kalau mengingatnya. Semoga dia paham ketidakdewasaanku dahulu.

Kadang, aku kagum dengan mereka yang bisa yakin sejak awal. Bagaimana cara mereka bisa memutuskan? Menimbang antara ya atau tidak. Sedang aku? Seperti yang kubilang tadi, cuma bisa jatuh cinta di tengah jalan.

Aku berharap bisa menebus kesalahanku, kalau menurutmu ini adalah kesalahan. Meski menurutku tidak. Aku percaya, seseorang butuh banyak info awal untuk meyakini bahkan menilai sesuatu. Sayangnya, dulu, kau begitu samar. Bahkan, maaf, aku baru pertama mendengar namamu. Tentang sifatmu, kebiasaanmu, yang kau suka dan tidak, aku tak tau, kau begitu asing buatku. Jadi?

Jadi kau tetap cinta yang kutemui di tengah jalan. Tak mengapa kan? Dan, dan tentu saja, seiring waktu yang berlari, aku belajar mengenalmu, meski tetap bukan yang paling tau. Ah ini juga membuatku cemburu, kau tau? Kau mungkin tak sadar, aku sering kerap mencuri dengar tentangmu, dari bisik bisik teman temanku. Aku tak mengerti bagaimana mereka bisa tau semua tentangmu. Apa…apa kau terus terusan bersama mereka? Ah, maaf, kadang aku berpikir terlalu jauh.

Kalau seorang pesilat harus berguru dari gunung ke gunung, maka aku juga sama. Meski bukan gunung tentu saja. Ruang demi ruang, buku demi buku, ku buka demi mencari info tentangmu. Aku juga masuk mendengar kisah kisahmu dari mulut mulut orang orang yang lebih dulu mengenalmu. Nihil? Tidak. Kurang? Selalu. Bahkan hingga kini.

*bersambung*

photo diambil di sini

 

 

 

Sebesi Taklah Sepi

Setelah mencoba Mengenang Nenek Moyang, dan terbawa perasaan ke sana sini (baper kalo kata Sarah sama Mila, sang queens of fieldcourse), akhirnya merapatlah kapal yang kami tumpangi di Pulau Sebesi. Butuh waktu selama dua sampai tiga jam-an lah. Perjalanan dapat dinikmati sekitar 25 menit di awal dan 20 menit menjelang tiba. Ditengah tengah perjalanan, terlempar ke alam bawah sadar.

Pulau Sebesi dari kejauhan. Diselimuti awan, disandari buih lautan
Pulau Sebesi dari kejauhan. Diselimuti awan, disandari buih lautan

Membuncah rasa bahagia, mengalir rasa syukur, dan terbayar rasa lelah. Ah, permulaan yang indah. Tak menunggu lama, kami bergegas mengangkat barang bawaan masing-masing. Ujar dalam Melayu, ‘terhegeh hegeh’ juga lah diri ini memanggul carrier (Sponsored by Tri Susanti, anak Silvikultur 47 IPB, hehe. Btw sleeping bag juga pinjem dari anak ini). Bukan apa apa, masalahnya, ini pertama kali dah bawa bawa barang dengan carrier (Kagum berat sama Nisa yang kebiasa naik gunung dan bawa barang banyak). Continue reading “Sebesi Taklah Sepi”

Mengenang Nenek Moyang

Hai hari, katamu, nenek moyang kita seorang pelaut

Maka semestinya aku merindukan pantai

Pun sepatutnya kau tersenyum memandang deburan ombak

Lalu kita bersama meresapi kulikan elang

Dan membiarkan panasnya matahari merasa iri

DSCF0232

Dan, dan begitulah sepenggal puisi yang lahir di hari kedua perjalananku. Agustus lalu seperti kau tau, telah terisi dengan perjalanan terjauh sepanjang 2015 ini (sejauh ini :D). Aku menceritakan pengantar kisah ini di postingan sebelumnya Hi August!, sudah baca? 😀

Ya, berhubung terjadwal liburan semester yang cukup panjang, maka aku dan teman teman sekelas Entomologi merencanakan untuk bergabung di Field Course yang diadakan IPB dan University of Vienna (sekilas cerita resminya di sini, hehe). Nah, namun yang namanya manusia cuma bisa berencana, hanya aku dan Kak Anda yang benar benar mendaftar di acara ini dan Dika yang memang harus ikut karena menjadi panitia acara. Sementara Kak Juwi, Kak Eka ditodong segera memulai penelitian tesis mereka oleh pembimbing tercintah dan Kak Weni terjerembab di rumahnya alias tak mau kemana mana dulu sampai liburan benar benar habis, haduh. Continue reading “Mengenang Nenek Moyang”

Hi August!

DSCF0265
Mouth can not always talk, then I let the sky staring us

(Still an introduction)

~ Even the introductory course is quite long, so do not imagine the main story 🙂 (and pardon for my english)

Yup, even though this is the end of August, I still want to say ‘hi August’.

Why? Because August was stealing pieces of memories about you, August as well slowly began to bring those memories away, away. Yup, although time may be changed, but story about friendship will always feel warm, like a dash of coffee in the morning (but i love tea).

Oh, is this too poetic? Hehe, but do not say that this story started so excessive or ‘lebay’ in Indonesia language. Ah, but never mind, forget it.

Yup, I’ll start the real story. The story of our journey for 19 days in August. Wade through the blue sea and the waves, down the dusty road, climb the mountain (though I did not participate for some reason), and has ended with a long night for the sake of completing the presentation. Waw, really incredible days.

And did you know, a few days before we met, I had been thinking for a long time. About what? About, yah, something like, whether it would be easy for me to meet people who’ve just met? Or are you going to look at me as a ‘strange’ woman? Or hey, will this ‘women who wear the abaya and veil so wide’ be able to do this activity? Or something else.

But my father has told me, “Some people lost because of perceptions of their own, not because of their actions. In the fact maybe they are strong, but they are too afraid to start”. Continue reading “Hi August!”

Hymne IPB

Institut pertanian

Pengabdi nusa bangsa

Menempa tunas muda

Cendekia pencipta jaya

Bergema suara cita

Amalkan ilmu tuk nusa

Dengan semangat bergelora

Jayalah IPB kita…

Tunas bakti civitasnya

Laksanakan selalu

Tri Dharma nan mulia

IPB terus maju…

Institut Pertanian

Pengemban cita suci

Institut Pertanian Bogor

Almamater kami…

ketika kamu ingin menulis lebih banyak tapi tertunda karena sesuatu hal, maka tulislah hymne kampusmu 🙂